Bung Karno, Penjara dan Islam


Sejarah hidup Bung Karno tidak lepas dari penjara. Kehidupan di penjara tidak hanya menempa mental, tetapi juga menempa spiritualitas Bung Karno. Ya, kehidupan di penjara telah membuat Soekarno banyak berpikir, merenung dan merefleksikan hidup.
Ketika Bung Karno dimasukkan ke penjara Sukamiskin, Bandung, ia banyak mengalami pengalaman batin dan spiritual. Selama berada di penjara Sukamiskin, Bung Karno telah menjadi sosok yang tidak hanya kuat mental, tetap spiritualitas yang semakin terasah.
Di bawah pengawasan ketat pemerintahan kolonial Belanda, Bung Karno lebih memusatkan perhatiannya pada kehidupan spiritual. Ini bukan tanpa alasan, karena di penjara akses untuk membaca buku-buku politik nyaris tidak dapat dilakukannya. Di penjara, Bung Karno memasrahkan urusannya kepada Tuhan semata.  
Berkaitan dengan dimensi spiritualitas Bung Karno dapat ditelusuri dari orang tuanya yang berlatar belakang Bali dan Jawa Kejawen. Kedua orang tuanya telah memberikan pendidikan agama yang cukup baik. Kehidupan di penjara telah menuntun Bung Karno ke arah spiritualitas yang sangat mendalam. Soekarno pun mengakui bahwa selama di penjara, ia hampir setiap malam bermunajat kepada Allah dan tidak lupa Shalat lima waktu.
"Aku mulai mencerna Alquran pada usia 28 tahun. Aku membacanya mulai dari saat aku bangun. Sekarang aku memahami Tuhan tiada terhingga, meliputi seluruh alam. Maha Kuasa. Maha Ada. Dia hanya satu, tapi ada di mana-mana. Tuhan ada di angkasa, di atas puncak gunung, di bintang-bintang di venus dan dalam cincin di saturnus".[1]
Source: http://militermeter.com
Di dalam penjara, Soekarno memang banyak berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda-beda. Tetapi, Soekarno seolah menemukan ketenangan dan ketentraman dalam islam dan membaca al-Qur’an.
"Dalam penjara aku mempelajari semua agama untuk melihat apakah aku ini termasuk salah seorang yang “sesat dan hilang". Kalau ia lebih baik untukku, aku akan mengambilnya. Kupelajari agama Kristen pada Pendeta Van Lith. Aku terutama menaruh perhatian pada “Chotbah diatas Bukit". Inspirasi Jesus menyemangati orang-orang syahid jang mula-mula, karena itu mereka berjalan menuju kematiannya sambil menjanjikan Zabur pujian untuk-Nya, karena mereka tahu, Kami meninggalkan Kerajaan ini, akan tetapi kami akan memasuki Kerajaan Tuhan". Aku berpegang teguh pada itu. Aku membaca dan membaca kembali Indjil. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak asing lagi bagiku. Aku seringkali mengulang mempeladjarinja.
Kemudian aku membaca Alquran. Dan hanya setelah menyerap pemikiran-pemikiran Nabi Muhammad SAW, aku tidak lagi mencari-cari buku sosiologi untuk memperoleh jawaban dan bagaimana sesuatu terjadi. Aku memperolehnya dalam ucapan-ucapan Nabi dan aku sangat puas."[2]
Penjara telah mengantarkan Bung Karno berdekatan dan bercengkrama mesra dengan agama islam. Dari Penjara, ia telah menempa kehidupan batin yang mendalam bagaimana menjadi muslim. Ia belajar Al-Qur’an dan ajaran islam secara umum.




                [1] Cindy Adams, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, hlm. 158
                [2] Ibid

0 Comment "Bung Karno, Penjara dan Islam"