Belajar Toleransi Agama dari Soekarno


Soekarno (Bung Karno) meamng selalu akrab dengan penjara. Penjajahan Belanda telah membuat Bung Karno harus menerima hukuman di penjara. Hukuman penjara didapatkan karena Bung Karno dianggap terlalu kritis terhadap pemerintahan kolonial.
Dari penjara pula Soekarno seolah mendapatkan banyak pelajaran hidup. Hal ini setidaknya diungkapkan oleh Cindy Adams dalam Bukunya “Bung Karno: Panyambung Lidah Rakyat Indonesia.”
“Aku berkembang dalam penjara. Ketetapan hatiku semakin kuat. Penjara adalah ruang sekolahku. Sekali sebulan dari jam 8 sampai jauh tengah malam 100 orang berdesak-desakan untuk mendengar pelajaran agama dan ini disusul dengan Tanya jawab. Sunguhpun aku asik mendengarkan, tapi belumlah aku menemukan Islam dengan betul-betul dan sungguh-sungguh sampai aku masuk penjara. Didalam penjaralah aku menjadi penganut yang sebenarnya.
“Di dalam penjaraku, aku mempelajari semua agama untuk melihat apakah aku ini termasuk salah seorang yang ‘sesat dan hilang’. Kalau ia lebih baik untukku aku mengambilnya. Kupelajari agama Kristen pada pendeta Van Lith. Aku terutama menaruh perhatian kepada ‘khotbah diatas bukit’. Inspirasi Yesus menyemangati orang-orang syahid mula-mula, karena itu mereka berjalan menuju kematiannya sambil menyanyikan Zabur, pujian untuk Nya karena mereka tau.” Kami meninggalkan kerajaan ini, akan tetapi kami akan masuk kerajaan Tuhan.” Aku membaca dan membaca kembali Injil. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak asing lagi bagiku. Aku sering kali mengulang membacanya. (Cindy Adams; 152)
Selama di penjara Soekarno memang telah banyak bergelut dengan dunia buku. Penjara justru mencetaknya menjadi pribadi yang begitu kuat. Daya kritisnya tidak pernah pudar walau pemerintah kolonial terus mengekangnya. Ia banyak mempelajari kitab suci, baik islam atau lainnya.
https://cdn.shopify.com/s/files/1/0257/3165/products/RSD76801.jpeg?v=1497482408
Pengetahuannya tentang agama lain dan interakasinya dengan pemeluk agama lain telah membuktikan bahwa Soekarno mampu berpikir secara terbuka dan menerima perbedaan antar kayakinan agama. Inilah sikap hidup toleran dari pribadi Soekarno. Tentu, hal ini menjadi kekuatan berharga bagi Soekarno ketika ke luar dari penjara dan menjadi pemimpin bangsa. Soekarno merangkul semua agama. Dia mencontohkan hidup bertoleransi antarumat beragama. Dia sangat akrab dengan para pemimpin Islam di Arab, namun pemimpin Katolik di Vatikan pun menghormatinya.
"Aku adalah seorang Islam yang hingga saat ini telah mendapatkan tiga medali tertinggi dari Vatikan. Bahkan Presiden Irlandia pun mengeluh dia hanya dapat satu. (Cindy Adams; 153)
Penghargaan tokoh agama lain terhadap Soekarno menjadi bukti dedikasi perjuangannya. Dalam sejarah, Soekarno memang tidak hanya akomodatif terhadap kepercayaan lain, tetapi terhadap ideologi yang berbeda dengan yang ia yakini. Pergulatan hidup selama di penjara dan pergaulannya dengan banyak tokoh dunia telah membentuk sikap hidup toleran.
Lalu, kenapa akhiri-akhir ini agama menjadi sumbu kekerasan dan perbedaan menjadi api konflik yang tak pernah padam. Lapangkan pergaulan, bukalah cakrawalah hidup agar mampu menerima perbedaan. Soekarno tidak hanya berteman dengan penganut seagama tetapi di luar keyakinannya. Soekarno tidak hanya bergaul dengan yang seideologi, tetapi dari berbagai ideologi; mulai dari kaum nasionalis, agamis, hingga komunis.  


0 Comment "Belajar Toleransi Agama dari Soekarno"