Dalam sebuah
percakapan tanpa tema, selalu saja ada nyinyiran seputar kejomloan. Kesendirian
selalu menjadi persoalan, bukan hanya pada diri sendiri, tetapi bagi orang lain
pula. Jomlo selalu menjadi bahan olok-olok dan bullly baik di tempat nongkrong
hingga dunia maya.
Tentu, kita sudah
mafhum, membaca akun twitter yang malam-malam ngetwit: “sudah malam, mblo,
kasian kesehatanmu”. Betapa status jomlo mendapatkan perhatian besar dari
manusia; entah dunia nyata atau dunia maya.
https://www.qureta.com/post/jomblo-dari-perspektif-kontemporer |
Jika di warung kopi
atau tempat tongkrongan betapa malam minggu adalah malam horor bagi penyandang
status jomlo. Misal, kita populer mendengar; “malam minggu kog sendiri, jomlo
ya.” Ya, status jomlo seperti beban bagi semua orang sekaligus bahan bully di antara teman.
Jomlo menjadi “beban” terlihat
dari betapa orang lain begitu peduli untuk mencarikan mereka agar segera
menemukan pasangan. Apalagi mereka bertemu dengan temannya yang sudah
berpacaran atau menikah. Teman yang jomlo selalu diperhatikan mereka.
Kesendirian atau jomlo
pun selalu menjadi buah bibir dan teror psikologis bagi orang. Betapa
kesendirian selalu dijejali dengan pertanyaan; "kapan nikah, mana teman boncenganmu, mau yang
dekat atau jauh.” Pertanyaa ini
hanya segelintir dari ribuan pertanyaan, mengapa orang betah dengan
kesendirian.
Kadang kita berpikir.
Kenapa dalam suasana nongkrong dengan obrolan yang hangat harus diperburuk
dengan pertanyaan; “kapan nikah?” atau “orang mana calonmu?” Ini sebuah
pertanyaan yang selalu memancing emosi, jika tidak ditahan dengan tawa.
Pertanyaan seperti ini
sebenarnya, mudah sekal untuk berkelit bin ngeles. Jika saya yang mengalaminya, saya bisa dengan santai aja
menjawab: "gak ada yang mau", "ditolak", "belum dapat
yang cocok". "ada yg cocok, udah punya orang." Tapi toh kita kadang berusaha menahan untuk
memberikan jawaban apologis. Karena, pikir saya, selama pertanyaan
itu muncul, saya pasti punya cara untuk ngeles. dan, tentu saja, ngeles ala
jomblo; pura-pura kuat.
"hah,
Gembel."
"sakno,
tenan."
Tiba-tiba
saya ingat kata-kata Milan Kundera yang sering diobral sana-sini oleh teman
saya: "perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan
melawan lupa." Ya, perjuangan
melawan pertanyaan "kapan nikah" dan jomlo dengan melupakan pertanyaan itu.
Saat melupakan
pertanyaan, jangan lupa misuh-misuh
di dalam hati. Ingat, misuh-nya dalam
hati saja, tidak kurang, tidak lebih.
0 Comment "Cuek Ala Jomlo"
Posting Komentar