“hidup memang tentang sebuah pilihan.”
Dini hari ini, aku dipertemukan
dengan seorang perempuan oleh kawanku, si “Lemah” Fajri. Ia berasal dari nun
jauh disana, Jambi. Dia sosok seorang perempuan tangguh. Ia sangat dewasa.
Bekerja di sebuah warung kopi, Gendhong
Coffee. Namanya? Ah, tak perlu kusebut disini. Dari seluruh curhatannya, aku
menemukan diriku di masa lalu. Tentu, dalam elemen yang berbeda. Ia punya
komitmen yang sangat besar tentang pendidikan. Mimpi dan impiannya sangat
jarang kutemukan untuk kategori mahasiswa baru.
Sebagai seorang lelaki, aku
sangat mengagumi sosok perempuan ini. Mengagumi dalam kategori semangat dan
ketangguhannya berusaha dan bekerja. Ia bekerja pada malam hari. Paginya, ia
harus kuliah. Saya hanya membayangkan bagaimana seorang perempuan yang bekerja
dalam durasi 8-9 jam perhari, sementara ia masih aktif kuliah, mahasiswa
baru.
Dini hari ini, ia bercerita bahwa
ia hanya tidur sejam, sementara jam 7 dia harus kuliah. Setiap hari, ia
menjalani aktifitas yang sama; kuliah dari pagi hingga sore. Malam harinya, ia
bekerja di warung kopi. Seorang perempuan pekerja keras yang tentu akan sangat
jarang kutemukan. Setiap hari, ia mungkin hanya tidur 2-3 jam. Aku saja mungkin
tidak kuat menjalani aktifitas seperti dia.
Dalam diri aku hanya menggumam,
masihkah aku akan bermalas-malasan, sementara ada seorang perempuan yang begitu
luar biasa bekerja keras. Ah betapa malunya diriku pada perempuan ini. Setiap
hari bermalas-malasan, tidur sepuasnya.
Pilihan yang telah ia tetapkan
menuntut pengorbanan yang begitu besar yang mungkin sangat jarang bisa
dilakukan oleh banyak perempuan lain di usianya. Bahkan, aku sendiri harus
angkat tangan dengan segala kerja keras dan pengorbanan yang ia keluarkan;
pengorbanan pikiran dan tenaga.
Ia seorang mahasiswi yang
memiliki komitmen untuk apa yang telah ia pilih; pendidikan, dan pekerjaan.
Saya tidak pernah meragukan perempuan ini. Walau mungkin terlalu cepat menilai
seseorang dari pertemuan pertama. Tapi setiap obrolan dan ucapan yang
terlontar, seluruhnya telah mendeskripsikan bagaimana komitmen dan pilihan
hidup harus diperjuangkan.
“hidup yang tak diperjuangkan adalah hidup yang tak dimenangkan.”
Ungkapan ini menampar-nampar
diriku. Aku tersadar bahwa tidak ada hidup santai di dunia. Jangan pernah
merasa telah bekerja keras, kalau masih tak ada komitmen dalam perjuangan.
Sosok Sumanto Al-Qurtubi, penulis
Arus Cina Muslim, memberikan inspirasi arti makna hidup. Ia menceritakan masa kecilnya
yang penuh perjuangan, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Ia
berjalan ke sekolah selama 2 jam setiap hari.
“Jangan pernah menyerah dg keadaan. Jika kita "takluk" pd dunia, dunia akan "menaklukkan" kita. Maka "taklukkanlah" dunia jika km tdk ingin ditaklukkan olehnya. Jika kalian menemui jalan buntu, maka buatlah jalan sendiri. Kelak orag lain akan mengikuti jejak jalanmu.” Tulisnya
Dalam perjalanan hidup, bertaruh
untuk masa depan dan menikmati masa kini (masa muda) selalu beriringan. Dua
terma ini, ada di lingkungan kita sendiri. Bukankah kita sering melihat betapa
banyak diantara kita yang menikmati masa kini, masa muda dengan penuh
kebahagiaan; jalan-jalan, nongkrong, bersantai ria.
Ada pula yang begitu keras dalam
hidupnya. Prinsipnya bahwa hidup harus dimanfaatkan untuk memetik buah di masa
depan. Ia menggadaikan masa mudanya untuk menggapai cita-cita masa depan. Ia
tidak bisa berkompromi dengan waktu. Waktu dimanfaatkan dengan baik agar tidak
menyesal di hari depan.
Lalu, apa yang kau pilih; menikmati
masa kini atau membiarkan masa kini berlalu? Kau hanya perlu berkompromi. Tapi
saat kau tak punya pilihan, kau harus memilih salah satunya.
Hidup tak sepenuhnya soal
bahagia dan sedih.
Pilihan bukan soal “Iya” atau
“Tidak”.
Gbol Coffee, 11/12/2015
0 Comment "Perempuan Warung Kopi dan Hidup yang (Memang) Harus Memilih"
Posting Komentar