Pada sebuah petang, saya dipertemukan dengan sosok bernama Sale. Pertemuan ini
tak disengaja, saya tak pernah merencanakannya. Saya diajak oleh seorang teman
pergi ke sebuah penginapan. Di sana, saya bertemu dengan sosok bernama Sale. Dia
berasal dari kota nun-jauh dari pulau Jawa. Bagi saya, dia sosok yang antusias
dan bersemangat. Usianya yang kutaksir 50-an ternyata memiliki jwa muda yang
tak kalah dengan kami.
Obrolan ngalor-ngidul pun terjadi. Obrolan mengalir tanpa ada tema; mulai
dari hal remeh temeh soal perempuan, asmara, kejomloan hingga nyrempet ke ranah
sepakbola. Ya, dia salah satu penggemar sepakbola Inggris, klubnya Arsenal. Obrolan
soal Arsenal akhirnya sedikit menarik karena mengandung rivalitas dengan saya,
sebagai fans Chelsea. Obrolan soal rivalitas tim London seolah tak terelakkan.
Obrolan selanjutnya pun tak kalah menarik. Sebagai anak muda saya lebih
banyak mendengarkan. Bagi saya, menimba pengalaman hidup lebih bermakna dari
sekedar beradu argumen soal sepakbola dan hidup. Obrolan tentang sepakbola
akhirnya mengerucut pada analogi soal hidup. Baginya hidup itu seperti
sepakbola.
Dengan bersemangat dia berkata:
“Hidup itu ibarat permainan sepakbola. Kita tak pernah tahu kapan akan mencetak gol kemenangan.”
Saya semakin tertarik dan antusias mendengarkan obrolan selanjutnya.
“Hidup kita hanya 90 menit. Setiap menit, kita berusaha mencetak gol, sebesar apa usaha, kita tak pernah tahu bagaimana cara mencetak gol. Menit awal atau injury time itu sebuah gambaran bagaimana usaha sepanjang pertandingan tak pernah berhenti. Kita hanya perlu fokus dan konsetrasi selama pertandingan.”
source: http://www.netralnews.com |
Sama-samar, obrolan itu membawa saya pada memori penuh drama dalam
sepakbola. Ada banyak pertandingan yang penuh drama dan emosi. Kita bisa
mengingat bagaimana Liverpool yang berhasil memenangi Liga Champion setelah
tertinggal 0-3 dari Milan. Ada banyak pertandingan penuh drama.
Hidup memang mempertaruhkan semangat tanpa lelah di setiap detik. Soal bertahan
atau menyerang itu soal pilihan. Bermain menyerang tak memastikan kemenangan
seratus persen. Bertahan pun tak akan membuat kalah telak. Organisasi permainan
dan konsentrasi selama pertandingan, menjadi kunci bagaimana hidup harus
diperjuangkan.
Sale pun melanjutkan obrolannya
“Kamu atau aku tidak akan pernah tahu, di usia berapa akan menggapai kesuksesan. Bisa jadi di usia muda, kau sudah berhasil menggenggam kesuksesan dan kemenangan. Bisa jadi pula, di usia senja kau baru menikmati kemenangan perjuanganmu dalam hidup. Hidup memang sebuah pertaruhan. Sebesar apa usahamu akan mampu memenangkan pertandingan dalam hidupmu, tidak penting bermain bertahan dan menyerang. Seperti sepakbola tadi, gol kemenangan bisa jadi dicetak di menit awal, lalu kau bertahan untuk konsentrasi mengamankan permainan, tetapi bisa jadi kau mencetaknya di injuri time, sehingga selama 90 kau berjuang hidup dan mati untuk meraih gol kemenangan itu.”
Saya terdiam. Mengangguk pertanda mengiyakan. Lalu, saya ingat, yang paling
nikmat dari permainan bola ada pada proses dan usaha mencetak gol. Akhir pertandingan
menentukan, kau akan menangis atau tertawa untuk sebuah kemenangan atau kau
akan menangis untuk sebuah kekalahan. Nikmatilah setiap detik permainan, jadilah pemenang.
0 Comment "Pak Sale dan Hidup yang Seperti Sepakbola"
Posting Komentar