Persoalan kebangsaan dewasa ini;
mulai dari korupsi, penyelewengan hukum, mafia hukum dan anggaran serta
amburadulnya politik, berpangkal pada kepemimpinan bangsa yang mulai kritis. Indonesia
membutuhkan seorang figur pemimpin yang mampu melihat dan mengerti tangisan dan
jeritan nasib rakyat. Rakyat membutuhkan pemimpin yang mampu ngemong dan
memberikan pencerahan. Sosok sang Nabi yang dibutuhkan bangsa ini untuk
menjawab problematika dan kegelisahan masyarakat di tengah arus politik.
Maulid
Nabi adalah medium mengakrabi kembali sang uswatun hasanah, sang
penyejuk rohani, pembawa ajaran ketuhanan (ajaran langit atau samawi), nabi
Muhammad. Muhammad adalah sosok teladan pemimpin umat yang menjadi inspirasi
manusia. Tidak salah kalau Karen Amstrong (2004) menempatkan
sosok Nabi Muhammad sebagai teladan yang mampu merombak peradaban dunia.
Pemimpin bangsa dibutuhkan karena
kompleksitas masalah telah melilit indonesia, mulai dari ekonomi, politik,
sosial, budaya bahkan agama. Krisis multi dimensi yang dihadapi masyarakat
berakibat pada krisis kepemimpinan. Moral politik, dan etika kepemimpinan sudah
tiada lagi menjadi pegangan hidup para pemimpin. Penyelewengan dan
penyalahgunaan kekuasaan mengakibatkan carut- marut dan silang sengkarut
persoalan bangsa semakin rumit dan sublim menuju kehancuran bangsa.
Realitas yang dihadapi masyarakat
telah sampai pada titik kulminasi dan batas nadir kehidupannya. Sebuah masa
dimana hukum machiavelian dan konsep survival of the fittest tengah
menjangkiti pemimpin dan masyarakat. Korupsi, ketidakadilan hukum, terorisme
dan penyalahgunaan jabatan merajalela. Rakyat menjadi tumbal angkara murka dan
kebengisan pemimpin. Rakyat sudah bukan lagi partner untuk menjalankan konsep
kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Namun, rakyat dijadikan objek untuk
mengeruk keuntungan sendiri, keluarga dan golongan.
Pemimpin telah menjadikan kekusaan
sebagai media eksploitasi diri. Kakusaan telah menjustifikasi akan politik
binatang ala machiavelian dan Ken Arok-isme. Rakyat telah benar-benar menjadi
tumbal politik penguasa. Rakyat menjadi proyek kekuasaan yang empuk untuk
memuluskan hasrat kekusaan yang tidak bermoral.
Politik sebagai medium mendapatkan
kekuasaan telah menjadi “kandang macan” yang dengan siap menerkam dan mencabik
rakyatnya. Demi kekuasaan, apapun akan dilakukan untuk memuluskan hasrat
politik yang membirahi. Sehingga bagi politisi yang tidak kuat, dia akan
“melacurkan diri” demi kepentingan golongan dan pribadinya. Politik yang fitrahnya
sebagai medium kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, telah berubah menjadi
politik yang mengakibatkan rakyat menderita dan sengsara.
Hilangnya etika politik dan moral
pemimpin menjadikan penguasan melakukan politik yang berada diluar norma dan
etika sosial. Indonesia tengah kehilangan figure pemimpin dan sosok teladan
yang mengedapankan moralitas. Moralitas dan etika kekuasaan akan menjadi amat
penting dan dapat dijadikan kerangka acuan dalam proses penyelenggaraan
pemerintah. Moral dan etika merupakan barometer dalam menilai integritas dan
kemajuan sebuah bangsa.
Moralitas dan etika kekuasaan juga
merupakan sebuah konsepsi kepemimpinan (leadership) yang tumbuh dari kehendak
kultural masyarakat dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, bukan berasal
dari proses legal-formal seperti yang terjadi saat ini. Nilai luhur itu bisa
kita gali dari khazanah kearifan lokal masyarakat Jawa, dimana nilai tersebut
merupakan ekspresi kultural yang sarat dengan kebijaksanaan, keteladanan dan keluhuran.
Keteladanan
Muhammad sang nabi adalah manusia
pilihan tuhan yang membawa misi suci dari langit, yaitu agama islam yang
rahmatan lil alamin, menjunjung tinggi nilai humanisme, egalitarianisme, dan
nilai-nilai universal islam lainnya. Nabi Muhammad telah membawa misi suci
tuhan ke dunia. Ia mampu membangun peradaban agung islam yang penuh
kegemilangan.
Ketika pindah ke madinah, dengan
keteladaan dan kepemimpinannya, Muhammad mampu membangun Negara Madinah yang
mencerminkan baldatun toyyibatun wa rubbun ghafur. Negara yang penuh
kemakmuran, kesejahteraan dan rakyatnya tentram hidup di dalamnya.
Rekam jejak nabi Muhammad baik dari
sikap atau sifatnya akan menjadi pencerah hati sejati. Maulid Nabi adalah upaya
menggali kembali keutuhan ajarannya yang langsung diturunkan Allah melalui
malaikat jibril dan meneladani tradisi (as-sunnah) yang dilakukan sang Nabi.
Ajaran yang dibawa nabi tidak hanya berkutat di ranah keagamaan an sich, namun
sekaligus di ranah social, politik maupun budaya.
Keagungan karakter dan sepak
terjang Muhammad dalam mambangun peradaban gemilang islam telah menjadikan
pemimpin yang gemilang nan sempurna. Muhammad dengan perfect membangun
peradaban islam yang adiluhung. Sehingga, tidak salah kalau Michael Hart (2006)
menempatkan Nabi Muhammad di urutan pertama sebagai orang yang paling
berpengaruh bagi peradaban dunia.
Dengan meneladani sikap hidup nabi
Muhammad diharapkan akan dapat menjadi obat bagi krisis keteladanan dan krisis
kepemimpinan bangsa, yaitu dengan meneladani setiap tindakan (bifi’lihi),
perkataan (biaf’alihi) dan persetujuannya (bi-taqririhi). Saat ini kita
diharapkan akan mampu menggali spirit figur keteladanan kepemimpinan Nabi
Muhammad dalam membangun Negara Madinah dan peradaban islam. Kita harus mampu
meneladani gaya memimpin nabi yang penuh dengan santunan kasih dan peduli
terhadap keadaan rakyatnya. Sehingga pola pemimpin yang cenderung memanfaatkan
kepentingan rakyatnya.
Maulid Nabi diharapkan akan mampu
menjawab persoalan kebangsaan yang tengah berada diambang kehancuran.
Sifat-sifat jujur (shidiq), terpercaya (amanah), menyampaikan kebenaran
(tabligh) dan cerdas merupakan ciri khas pribadi Muhammad dalam memimpin bangsa
dan rakyatnya.
Keempat sifat inilah yang
sejatinya harus tertanam dalam diri seorang pemimpin bangsa dan mampu
diaktualisasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Maka, ketika seorang pemimpin
mampu mengaktualisasikan etika kepemimpinan yang dijalankan nabi, adanya perbaikan,
kesejahteraan, kemakmuran, cinta kasih dan kedamaian akan terwujud di Negara
Indonesia. Negara baldatun toyyibatun wa robbun ghafur akan dirasakan
rakyat Indonesia. Semoga!
Media Indonesia: arsip tulisan 9 Februari 2012. Media Indonesia |
0 Comment "Maulid Nabi di Tengah Krisis Kepemimpinan"
Posting Komentar