Catatan Singkat Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (Marlina The Murderer in Four Acts)
Film besutan
Mouly Surya berhasil menarasikan perjuangan perempuan melawan hegemoni kaum
lelaki. Perempuan tanpa rasa takut melawan ketidakadilan gender yang
diterimanya. Film Marlina adalah suara diam perlawanan perempuan. Narasi
perjuangan Marlina melawan hegomoni patriarkhi bertemu nasib dengan Novi.
Dalam perjalanan
mencari keadilan, ia bertemu Novi (Dea Panendra), perempuan yang juga mengalami
diskriminasi patriarkhi. Novi, sosok istri yang tidak dianggap oleh suaminya.
Ia dicibir punya hubungan gelap dengan lelaki lain, karena suaminya lama tak
pulang. Narasi mitos kehamilan dihadirkan dalam sosok diri Novi ketika ia
dianggap hamil sungsang, karena 10 bulan belum melahirkan. Film ini dibagi ke
dalam empat babak; 30 Menit Sebelum Pencurian, Petualangan Perempuan,
Pengakuan Dosa, dan Tangisan Bayi.
Tiap babak,
Mouly menghadirkan narasi perlawanan perempuan dengan cerdik dan gemulai,
ditopang dengan pemandangan alam Sumba yang indah. Pemandangan alam sabana Sumba
(sepertinya) sengaja diambil secara melebar. Marlina dihadirkan di
tengah suasana tersebut menunggang kuda sambil membawa kepala Markus. Bagi
saya, adegan ini seolah menegaskan bahwa perempuan ibarat sosok kecil yang
berjuang sendiri di tengah diskrimasi dan kekerasan seksual yang diterimanya,
tanpa rasa takut, tapi penuh kepedihan.
source: IMDB |
Marlina adalah janda
yang hidup ditemani mumi suaminya di pojok kamar ruang tengah. Diawali dengan
kedatangan sosok Markus (Egi Fedly) ke rumah janda Marlina (Marsha Timothi).
Markus masuk tanpa permisi. Menyapa Marlina. Melihat sekeliling, lalu duduk di
ruang tengah. Tanpa basa-basi, ia mendekati Marlina, membisikkan ancaman dan
godaan; enam temannya akan datang ke gubuknya. Marlina diam. Markus tersenyum
tanda kemenangan.
Lalu, datang
enam teman Markus. Marlina harus melayani empat orang dengan memasak sup ayam, sementara
dua temannya, menggondol ternak Marlina; 7 Ayam, 10 Sapi, 10 kambing, dan 10
Babi untuk dijual. Marlina cerdik, ia memasukkan buah beracun ke dalam sup ayam.
Mereka menyantapnya. Andai ada waktu, meraka akan menduri Marlina bergiliran. Sayangnya,
4 orang tergeletak, mati. Sementara, Markus tertidur di kamar Marlina.
Marlina, dipaksa
melayani nafsu (diperkosa) Markus. Saat Markus hendak mencapai orgasme, Marlina
membunuh Markus dengan sekali tebas, kepala tergeletak di lantai, menggelinding.
Marlina menenteng kepala Markus untuk dibawa ke kantor polisi. Bagi saya, adegan
Marlina menentang kesana-kemari kepala Markus sebagai penanda keberanian
seorang perempuan. Ia melawan norma masyarakat bahwa seorang pembunuh harus menutupi
kejahatannya. Adegan ini menjadi awal setiap babak perjalanan Marlina.
Adegan ketika Marlina
melayani 4 brandal waktu makan malam disuguhkan dengan penuh ketegangan. Paduan
musik dan ekspresi Marlin membelakangi 4 brandal yang mati satu persatu
benar-benar sebuah tontonan yang epic. Maka,
tidak berlebihan jika Marsha Timothi mengalahkan Nicole Kidman, Masami Nagasawa
dan Monika Balsai dalam kategori best Actress di Sitges International Fantastic
Film Festival. Selain itu, Marlina meraih penghargaan di Festival Interntoonal
du Film de Femmes de Sale 2017 di Maroko. Marlina juga diputar di Toronto Interntional
Festival, Cannes Film Festival dan Busan International Film Festival.
Penghargaan itu menjadi
penegas betapa film ini berhasil memadukan adegan, musik dan latar alam indah. Mouly
berhasil menghidupkan karakter berdarah dingin dari Marsha, ditambah dengan
logat khas Sumba dari masing-masing karakter seperi Dea Penandra (Novi) dan Yoga
Pratama (Franz).
Dalam tema yang
sama; kekerasan seksual, saya mengingat film Marlina laiknya Film Brimstone
(2016), dan Room (2015). Brimstone yang dilakoni oleh Dakota Fanning
menceritakan sosok perempuan yang bertahan dan melawan kekerasan seksual yang
dilakukan oleh pendeta. Room yang dibintangi Brie Larson berkisah ibu dan anak
yang berusaha lepas dari sekapan, yang ternyata ia menjadi korban pelecehan seksual
di masa muda dan anaknya adalah hasil pemerkosaan itu.
Kegetiran Perempuan
Dua sosok
perempuan yang berjuang mendapatkan keadilan. Betapa, kepedihan perempuan
terpampang di depan mata kita. Perempuan mana yang kuat menehan getir hidup sebagai
korban perkosaan dan tidak dianggap suaminya. Suara mereka lirih, tapi gaungnya
membahana di seantero negeri.
Film ini
menghadirkan isu pemerkosaan dengan isu yang lebih konteksual. Mouly berhasil
menggambarkan sistem birokrasi yang kacau balau dan kepolisian yang lamban
menangani kasus pemerkosaan. Kita akan disuguhi scene Marlina yang
menunggu polisi bermain tenis meja. Pedih rasa hati. Marlina menetap dalam. Kepedihan
terpampang di wajahnya. Sementara, polisi asyik bergantian main pingpong.
Dimana keadilan untuk korban pemerkosaan?
Kegetiran dan kepedihan
korban perkosaan disuguhkan secara klimaks dengan sebuah adegan saat Polisi
mencatat laporan Marlina. Saat polisi menanyakan Marlina;
Berapa yang memperkosamu?
Mengapa kamu mau diperkosa lelaki yang lebih tua?
Kalau kerempeng tua kenapa tidak melawan?
Teman-temannya membantu?
Adegan ini sangat
kontekstual, begitu memikat hati. Adegan kebebalan polisi, kacau balaunya
birokrasi dan abainya menegakkan keadilan bagi korban perkosaan. Polisi yang
lamban, cendrung bertele-tela dengan alasan yang dibuatnya. Hal ini dikuatkan dalam
sebuah adegan; polisi bisa olah TKP, sementara belum ada mobil, dan korban
pemerkosaan harus divisum, sementara alat visum belum ada. Adegan ini terasa
dekat, sangat nyata di depan mata. Dalam hati, kenapa tak sekalian ditanya; apakah
saat diperkosa, kamu merasa nyaman/enak?[1]
Marlina menatap penuh kekecewaan. Ia pulang. Beban diri sebagai korban
pemerkosaan ditanggung sendiri. Setegar apa pun perempuan, ia tak mampu menahan
tangisnya.
Terakhir, film
ini bukan soal Marlina yang memenggal kepala Markus, atau Marlina yang
menenteng-nenteng kepala Markus, tetapi bagaimana perlawanan terhadap
partriakhi selalu hidup dalam diri perempuan.
Film Marlina
adalah perempuan yang berjalan sendiri, dengan menaggung beban ketidakadilan yang
diterima; pemerkosaan atau tidak dianggap oleh suami. Dan, harga untuk segala
kejahatan seksual memang layak untuk ditebas “kepalanya”.
[1] Kalimat ini didasarkan pada berita beberapa media bahwa korban
pemerkosaan bisa ditanya; apakah saat diperkosa merasa enak.
» Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak
» Tanggal rilis : 16 November 2017» Genre : Action, Drama, Thriller
» Sutradara : Mouly Surya
» Penulis : Mouly Surya, Rama Adi dan Garin Nugroho
» Produser : Rama Adi dan Fauzan Zidni
» Rating IMDb : 6.7/10 (160 voters)
» My Rating : 8/10
» Durasi : 1 jam 33 menit
tulisan ini dipublish di https://ideatra.co/marlina-narasi-perlawanan-perempuan/
0 Comment "Kala Perempuan Melawan Patriarki"
Posting Komentar