Mencintai Ala Scarlett II













Cinta yang bersemi di saat perang saudara di Amerika membuat keluarganya terjerembab ke jurang kemiskinan. Kekalahan atas orang-orang Yankee membuat harta Scarlett dan Ashley habis dijarah orang Yangkee. Titik nadir dari sebuah perjuangannya bermula ketika ia menyadari bahwa ia menanggung 9 orang. Scarlett yang terbiasa manja, segalanya harus disiapkan oleh pembantu, pun menyadari bahwa ia sudah tidak punya apa-apa.


Dalam kondisi itu, ia bersumpah;


“Tuhan adalah saksiku, Tuhan adalah saksiku, orang-orang Yankee tidak akan menjatuhkanku. Aku akan mampu hidup melewati ini, dan ketika ini semua berakhir, aku tidak akan pernah kelaparan lagi. Tidak, begitupun keluargaku. Bahkan jika aku harus mencuri atau membunuh sekalipun–Tuhan adalah saksiku, aku tak akan pernah kelaparan lagi!” Scarlett O’Hara


Survivalitas hidup harus dijalani Scarlett. Ia menanggung beban banyak orang. Ia ingin hidup makmur, sejahtera, dan tidak kelaparan lagi. Segala cara ditempuh untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan keluarganya. Berdagang, menanam kapas bahkan bersekongkol dengan orang Yankee. Ada kesan oportunis dan pragmatis dalam dirinya. Semuanya dilakukan untuk dirinya dan anggota keluarga yang ditanggungnya. Bahkan, ketika ia harus memutuskan menikah dengan tunangan adiknya. Semua didasarkan atas alasan anggota keluarganya agar hidup makmur.


Dalam kondisi yang serba ketidakpastian, pilihan hidup kadang mengarahkan pada irasionalitas. Kelamahan dan kesengsaraan dapat membuat pilihan manusia dalam serba ketidakpastian. Menyerah atau berjuang. Melawan atau tunduk. Mengejar atau membiarkan terjadi sesuai garis hidup.


Ada kalanya hidup memang tentang kemewahan dan kesengsaraan. Dalam kemewahan orang cenderung menikmati dengan penuh suka cita. Semua kebutuhan harus ada di depannya. Sementara orang miskin harus survive dari kegetiran hidup dan ganasnya sebuah perjuangan.


Bagi saya Scarlett adalah potret dari kemewahan dan kesengsaraan sekaligus. Ia menikmati kemewahan dengan penuh “kemanjaan”, sementara ia bertahan dalam kesengsaraan dengan aroma “oportunistik” dan “pragmatis”. Keunggulan dirinya secara fisik telah membuatnya menjadi pribadi yang selfish. Kekayaan harta milik orang tuanya telah membuatnya menjadi manja. Akan tetapi, ketika ia menyadari kekayaannya sudah tiada, ia pun berjuang habis-habisan untuk menjadi kaya.


0 Comment "Mencintai Ala Scarlett II"