Jengis Khan dan Islam


BAB I. PENDAHULUAN

            Chengis Khan (Jengis Khan) hadir di panggung sejarah peradaban umat islam sebagai sosok yang menakutkan dan menjadi teror peradaban dan kebudayaan. Ia hadir sebagai manifestasi bangsa penakluk dan penghancur peradaban umat manusia (Islam). Kekejaman dan keberingasannya dalam menaklukkan negeri, menghantarkannya mampu menaklukkan wilayah Asia dan sebagai Eropa.

            Chengis Khan lahir dari sebuah suku bangsa yang memiliki tradisi kuat dan pemberani menghadapi kawan maupun lawan. Kepribadiannya didapakan sejak kecil dengan lingkungan keras. Chengis Khan tampil sebagai sosok pemberani, negarawan dan ahli taktik yang cerdas. Usaha invasi yang dilakukan adalah dengan meminta ketuncukan musuk, namun kalau menolak ia tidak segan untuk menghancurkan dan memusnahkannya.

            Invasi ke negeri islam, adalah teror terbesar dan menakutkan dalam sejarah peradaban umat manusia. Bangsa Mongol dengan kejam dan keji menghancurkan dan memporak-porandakkan dunia islam. Ia dengan keji membantai umat manusia dan menghancurkan seluruh wilayah dan kota-kota yang dilaluinya.

Sumber: https://i.ytimg.com/vi/0o4liiW-kkQ/maxresdefault.jpg

 BAB II. PEMBAHASAN

A.    Riwayat Chengis Khan

            Dalam sejarah bangsa Mongol, Chengis Khan adalah tokoh sentral yang mampu mengorganisasi kekuatan berbagai suku. Chengis Khan berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan asia yang menyebabkan keturunannya memerintah dan mengusai negeri-negeri yang ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa bangsa mongol menjadi bangsa tangguh, berani dan nekad.

            Nama kecil Chengis Khan adalah Temujin. Ayahnya Yesugei[1], adalah seorang Khan (Raja) yang mengepalai 13 kelompok Borjigin, salah satu suku utamanya adalah Mongol Turk yang paling berapi dan gagah perkasa. Chengis Khan dilahirkan di Daeyliun  Buldagha, terletak di tepi sungai Onon (Unan), Mongolia.[2]

            Menurut cerita, kelahiran Chengis Khan menandai kemenangan ayahnya dalam peperangan melawan suku Tatar dan berhasil membunuh pemimpinnya, Temucin Uji tahun 1162. Nama Temujin diambil dari nama pemimpin Tatar tersebut. Saat itu, Yesugei masih tunduk kepada Khan yang lebih tinggi, yaitu Utaq Khan[3].

            Ketika berumur 13 tahun, terjadi perebutan kekusaan salam suku Borjigin. Ayahnya meninggal terbunuh disebabkan panah beracun Dario salah seorang lawan politiknya.[4] Dalam usia itulah, ia menggantikan ayahnya memimpin suku Mongol. Dalam usia yang relatif muda, ia harus menghadapi bangsa Mongol yang tidak mau tunduk diatas kepemimpinannya. Bahkan keselamatan dirinya serta ibu dan adik-adiknya  terancam. Akhirnya ia memutuskan untuk melarikan diri sampai mendapat perlindungan. Berkat semangat yang tinggi, kesabaran, dan gaya kepemimpinan yang baik dia mampu melewati kesulitan hidup dan mampu meyakinkan bangsa Mongol. Semuanya ia pelajari dari ayahnya dan dorongan moril dari ibundanya, Helena.

            Salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani dan berhasil mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortay.[5] Bortay mendampingi Temujin sampai akhir hayatnya dan setia mengikuti suaminya ke daerah-daerah peperangan.                        

            Semenjak ia menjadi pemimpin Bangsa Mongol, banyak muncul perlawanan terutama dari bangsa Mongol itu sendiri yang terdiri dari beberapa suku di bawah pimpinan Jamuka. Pada awalnya Jamuka dapat mengalahkan Chengis Khan. Namun, setelah Chengis mendapat bantuan maka kemenangan pun diraih oleh Chengis Khan.

            Jamuka tertawan di medan perang kemudian dibunuh. Maka, setelah itu tidak ada lagi suku-suku bangsa Mongol yang menentang Chengis Khan.[6] Dengan keberhasilannya itu Temujin diberi gelar Chengis Khan artinya Penguasa yang Agung, pemimpin seluruh manusia.  Gelar itu diterimanya ketika ia mengadakan pesta besar-besaran bersama kepala suku yang berada dalam persekutuannya yang dihadiri oleh pemuka agama dan tokoh masyarakat.

Pada tahun 1202 huraltai, majlis besar suku-suku Mongol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai khan seluruh orang Mongol dengan gelar Jengis Khan. Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab disebut Sayyid al-Mutlaq.[7]

            Pada saat itulah pemuka agama mengatakan bahwa “langit” telah memberikan gelar “Chengis Khan” pada Temujin yang berarti raja yang kuat dan perkasa. Pada saat itu pula Chengis Khan mengumumkan undang-undang yang disebut “al-Yasaq”[8] yang mengatur kehidupan rakyat dalam sebuah hukum yang berisi berbagai kode etik atau norma-norma dari semua suku dan peraturan kemiliteran. Adapun isi undang-undang itu adalah hukuman mati bagi yang melakukan perzinaan,sengaja berbohong, membantu salah satu dari dua orang yang berselisih, memberi makanan atau pakaian pada tawanan perang tanpa izin, dan begitu pula bagi yang gagal melaporkan budak belian yang melarikan diri.[9]

Pada masa Chengis Khan kekuasaan Mongol sangat luas meliputi Asia Timur, Timur Tengah dan seluruh Eropa Tengah sampai wilayah pasifik. Dalam penaklukkan wilayah Islam tentara bangsa Mongol terkenal sangat kejam dan biadab. Mereka melakukan perusakan dan pembakaran di setiap wilayah Islam yang memiliki peradaban tinggi, dan kemudian penduduknya dibunuh.

            Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan politik yang dikalahkannya. Apabila pihak  lawan telah ditundukkan, para pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar.

            Pengangkatannya sebagai khan besar seluruh orang Mongol semakin memperkuat keyakinan dirinya dan keyakinan bahwa pasukan tentaranya sangat kuat. Inilah yang mendorong Jengis mulai berpikir bagaimana menaklukkan negeri-negeri disekitarnya yang wilayahnya sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khwarizmi di Asia tengah, Persia, India, India utara serta Eropa Timur.[10]

            Sebagai tokoh besar lain, Jengis Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadian dan arah cita-citanya. Idolanya ialah tokoh utama sebuah cerita rakyat Mongol yang populer bernama Kutula Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh besar. Suaranya bagaikan bunyi guruh dan guntur menyambar puncak gunung.

            Tangannya yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat mematahkan anak panah. Walau udara dingin pada musim gugur dia dapat tidur dengan nyenyak dekat api pendiangan tanpa pakai baju.

            Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia pedulikan, seolah-oleh gigitan nyamuk saja. Dalam sehari ia makan seekor domba dan satu guci susu. Kepada seorang jenderalnya Jengis bertanya pernah bertanya:” Apakah kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, menurut pendapatmu? “Jenderalnya menjawab: “Beburu dimusim semi mengendarai seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” jawab Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri dan anak-anak gadis mereka serta memperkosa mereka.”

            “Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khwarizmi tidak berkutik mengahapi keganasan dan kebengisan mereka. Juwayni sejarawan abad ke-13 yang lain, menulis dalam bukunya Tarikh-Ijehan Gusan: “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang penuh dosa.”[11]


B.     Chengis Khan dan Dunia Islam

Awal invasi dan permusuhan Chengis Khan dengan dunia islam terjadi pada tahun 1212 M, ketika tiga orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongan tiba di wilayah Mongol dan menuju ibu kota Karakoum. Entah mengapa, orang-orang Mongol menangkap mereka dan menyiksanya sedangkan barang dagangannya dirampas.

Setelah peristiwa itu, Chengis Khan mengirim 50[12] saudagar Mongol untuk membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara, Gayur Khan, mereka ditangkap dan dihukum mati. Mengetahui peristiwa itu, Chengis Khan marah dan merancang untuk menyerbu kerajaan Khawariszi dan Turkestan.

Invasi Mongol ke wilayah Islam, yakni Turkestan dan Khawarizm terjadi pada 1218 karena adanya peristiwa Utrar ketika Gubernur Khawarizm membunuh utusan Chengis Khan dan para saudagar Muslim. Peristiwa itu menyebabkan Mongol menyerbu wilayah Islam dan dapat menaklukkan Transoxania dan beberapa kota lainnya di Asia Tengah yang memiliki peradaban yang tinggi.

Tahun 1219 M, Chengis Khan dan pasukan Mongolia yang berjumlah sekitar 200.000 bergerak ke barat melalui Transoxiana, berhasil menduduki kota-kota yang makmur seperti Bukhara dan Samarkhand dan membunuh semua penduduk sebagai pembalasan dendamnya.[13] Dengan kekuatan 600.000 tentara, Chengis Khan menaklukkan dan menjarah negeri-negeri Islam, masuk ke tanah Rusia bahkan ke Polandia.[14]

Jalal al-Din pada masa itu menjadi penguasa Dinasti Khawarizm berusaha minta bantuan kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad, untuk menghindarkan diri dari serbuan Mongol. Pada tahun 1221 ia melarikan diri ke India, dan pada tahun 1231 ia terbunuh di kampung Kudish di tangan seorang Kurdi. Dengan kematian Jalal al-Din maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Khawarizm yang megah itu.[15]

Setelah kemenangan demi kemenangan didapatkan dalam menaklukan negeri islam, Chengis Khan harus menghadapi pemberontakan dari Dinasti Sung di China, akan tetapi sebelum sampai ke China, saat tentara Mongol sedang menyerang dan merazia wilayah Tanguts, terletak di antara perbatasan Tibet dan China, dalam usia 65 tahun tepatnya tahun Babi, Ramadan, 624 H, antara 15 Agustus sampai 13 September 1227 M  Chengis Khan mangkat di Chali, Mongolia Selatan.[16] Chengis Khan meninggal pada tahun 1227 M saat penyerangan terhadap dinasti Sung, sebelum seluruh wilayah Khawarizm dan Asia Tengah, termasuk Afghanistan dan India Utara.


C.    Mongol Pasca Chengis Khan

            Pasca kamatian Chengis Khan, kepemimpinan Mongol dipimpin oleh putranya Ogatai (1229 – 1241). Dibawah pimpinannya semakin banyak wilayah taklukan Mongol. Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia. Sebagian besar orang Mongol telah memeluk agama Budha, namun beberapa bangsawan dan istri mereka ada yang memeluk agama Kristen.

            Pengganti Ogotai ialah Qayuk Khan (1246 – 1249).  Dia adalah pemimpin yang lemah dan hidup dengan gaya mewah dan hedon serta suka minum-minuma keras. ia banyak terpengaruh oleh menterinya, Kaydak dan Chinkayi yang beragama Kristen. Kelemahan ini dimanfaatkan musuhnya untuk membelot dan mengadakan pemberontakan. Tahun 1247 M, penguasa Korea menghentikan Korea dan Qayuk menyerangnya. Ia meninggal tahun 1248 M dan digantikan oleh Mangu (1251-1264), putra sulung Toluy, adik bungsu Ogotai. Pada masa kepemimpinan Mangu inilah konflik terjadi dalam keluarga Jengis Khan. Mangu dibantu oleh  kedua saudaranya, Qubilai Khan dan Hulagu Khan. Qubilai ditempatkan di kawasan bagian Timur, sedangkan Hulagu ke kawasan Barat.

            Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah Mangu memerintahkan Hulagu membasmi istana benteng Alamut dan wilayah yang dikuasai orang-orang Assasin, yaitu cabang dari sekte Isma’iliyah (Syi ’ah Imam Tujuh). Orang-orang Hassasin sangat berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar,termasuk saudagar Mongol. Sebelum menaklukkan dan membasmi pengikut Hassasin di Alamut, Hulaghu dan ribuan tentaranya berangkat dari Transoxiana disebelah utara Samarkand dan Bukhara.

Mula-mula ia menyerbu Merv, Rayya dan Nisyapur, kemudian Hamadan dan dari situ berputar menuju dataran tinggi Marenda serta menghancurkan Istana Benteng Alamut dan membinasakan ribuan pengikut Hassasin. Setelah itu pasukan Hulagu menyerbu Azerbaijan dan Armenia, yang dengan mudah dapat ditaklukkannya. Gerakan selanjutnya ialah ke Arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah beristirahat agak lama dan mengatur strategi perang diantaranyamengirim mata-mata, pada hari Minggu 4 Safar H (Februari 1258) pasukan Hulagu bergerak mendekati Baghdad. Walaupun perlawanan yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup sengit, namun tidak begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan menghancurkan mereka.[17]

            Hulagu datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar 656H dan mengepung Baghdad. Dengan persetujuan khalifah panglima al-Daudar membawa pasukan tentara Baghdad untuk mengusir tentara Mongol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan. Pasukannya kalah telak dan dia sendiri dengan kepala terpisah dari badan. Sisa pasukannya menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian lagi melarikan diri ke Syiria.

            Setelah itu wazir al-Qami menemui Hulagu, dan atas persetujuan Khalifah al-Mu’tashim, dilakukan perundingan dengannya. Wazir dan pengiringnya pulang ke dalam kota, dan setelah terjadi kericuhan diapun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan berjanji akan tetap menghormati dan Tuan sebagai khalifah, seperti mereka mengakui Sultan Konya. Bahkan ia hendak mengawinkan seorang putrinya dengan putra Tuanku, Amir Abu Bakar !” Muhyiddin al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa khalifah al-Mu’tasim disertai seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga mereka, berjumlah 3000 orang keluar dari istana menemui Hulagu.

            Pada mulanya mereka disambut dengan ramah, tetapi tidak lama kemudian dibantai habis. Wazir al-Qami dan keluarganya juga dibantai dengan cara lebih bengis. Sebelum dibunuh wazir al-Qami dinista Hulagu, “Kamu pantas mendapat hukuman berat karena berkhianat kepada orang yang telah memberimu kedudukan istimewa.”

            Selama 40 hari pasukan Hulagu membunuh, menjarah, memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah dihancurkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil ditusuk perutnya. Sejak saat itu pula kedaulatan dan kekuasaan Mongol dinobatkan atau Bani Ilkhan berdiri kukuh di Persia (iran dan Iraq). Hulagu Khan dinobatkan sebagai khan dan memilih Tabriz sebagai ibukota kemaharajaannya. Hanya Mesir dan Syiria yang tidak dapat ditaklukkan karena kuatnya pasukan kaum musl imin di situ.

            Pasca kematian Mangu, Mongol dipimpin oleh Qubilay Khan. Ia memindahkan ibu kota Mongol ke Peking sekaligus mengganti nama menjadi dinasti Yuan. Di masanya, kemajuan di segala bidang diperoleh, kerukunan umat beragama dijamin dan kesejahteraan rakyat terpenuhi.

            Kematian Qubilay Khan menandai kehancuran Dinasti Yuan. Karena penggantinya adalah pemimpin lemah dan lebih suka hidup mewah. Lalu, dinasti Yuan dibagi ke dalam lima dinasti, yaitu; Dinasti China, Dinasti Chagtai, Dinasti Golden Horde dan Dinasti Siberia.

Meskipun, bangsa Mongol terkenal dengan bangsa yang kejam dan biadab, mereka toleran terhadap pemeluk agam lain. Sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang yang dibuat oleh Chengis Khan, bahwa ia mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lainnya.[18]







BAB III. PENUTUP


Kesimpulan

Kehadiran Dinasti Mongol dibawah kepemimpinan Chengis Khan menjadi teror bagi peradaban islam dan peradaban dunia laiannya. Ia tidak segan untuk menghancurkan peradaban yang dilaluinya, ketika tidak mau tunduk dibawah kekuasaannya. Invasi ke islam merupakan sejarah kelam umat manusia. Dimana banjir darah dan penghancuran peradaban adalah titik kisar sejarah perjalanan Chengis Khan dan bangsa Mongol.


DAFTAR PUSTAKA

Karim, M. Abdul. Islam di Asia Tengah; Sejarah Dinasti Mongol-Islam. Yogyakarta; Bagaskara, 2006

            Saleh, Bahrum. “Jengis Khan dan Hancurnya Sebuah Peradaban”, http://blogspot.com   (akses: 30 Maret 2010)

            Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008

            Hamka. Sejarah Umat Islam. Jakarta; Bulan Bintang, 1975

            Rofiq, Choirul. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Ponorogo: Stain Ponorogo Press, 2009



For More Information, Contack me on Email.

0 Comment "Jengis Khan dan Islam"